Breaking

BUDAYA WAYANG KULIT



Seperti yang kita tahu, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan aneka ragam seni dan budaya yang ada di dunia. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya ragam budaya yang masih sering kita temui dimanapun itu selama kita berada di Indonesia. Mulai dari kesenian budaya berupa acara adat bahkan juga sampai dengan seni budaya pertunjukan.

Salah satu seni pertunjukan yang bisa dibilang sangat populer di Indonesia salah satunya adalah wayang. Wayang merupakan kesenian yang sangat menarik sekali untuk kita tonton. Karena pertunjukan wayang biasanya menyajikan sebuah cerita mengenai legenda maupun sejarah-sejarah yang ada di Indonesia.

Meskipun di masa sekarang ini wayang bisa dibilang sudah jarang kita temui, namun wayang adalah salah satu hal yang harus kita banggakan karena merupakan seni yang sangat melekat bagi masyarakat Indonesia. Untuk itu, ada baiknya bagi kita untuk mengetahui hal-hal yang ada mengenai wayang. Untuk lebih jelasnya, yuk simak ulasan berikut ini.

Arti Wayang
Arti dari Wayang sendiri ialah merupakan sebuah seni pertunjukan yang berupa drama yang khas. Seni pertunjukan ini meliputi beberapa bagian yaitu seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, seni rupa, serta seni-seni lainnya. Ada beberapa pihak yang beranggapan, bahwa sebenarnya pertunjukan wayang bukan hanya sekedar kesenian semata, akan tetapi mengandung lambang-lambang keramat yang ada di dalamnya. Sejak abad ke-19 sampai dengan sekarang, wayang telah menjadi pokok pembahasan serta dideskripsikan oleh para ahli.

Bahkan, para pakar dari berbagai disiplin ilmu sampai tidak bosan-bosannya untuk terus-menerus membahas seni pewayangan dari waktu ke waktu, karena wayang adalah wahana yang dapat memberikan pengetahuan bagi kehidupan manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai yang terkandung dalam seni perwayangan sendiri telah terbukti dapat dipergunakan untuk memasyarakatkan berbagai pedoman hidup yang ada, bermacam acuan norma kehidupan, bahkan juga beraneka program pemerintah yang ada di semua sektor pembangunan.

Secara Filosofis Wayang dapat diartikan juga sebagai suatu hal yang merupakan sebuah bayangan, gambaran atau lukisan yang mengisahkan hal-hal mengenai kehidupan yang ada di alam semesta. Di dalam wayang juga digambarkan bukan hanya mengenai manusia, namun juga kehidupan manusia dalam kaitannya dengan manusia lain, alam, dan juga Tuhan.

Alam semesta merupakan satu kesatuan yang serasi, serta tidak lepas satu hal dengan yang lain dan senantiasa saling berhubungan. Unsur yang satu dengan yang lain di dalam alam semesta akan saling berusaha keras untuk menuju ke arah keseimbangan. Jika salah satu unsur yang ada tersebut goncang, maka goncanglah keseluruhan alam sebagai suatu keutuhan (system kesejagadan).

Sejarah Perkembangan Wayang

Berdasarkan informasi yang diambil dari sejarah yang ada, asal usul mengenai wayang sendiri dianggap telah ada semenjak 1500 tahun sebelum Masehi. Wayang sendiri lahir dari para cendikia nenek moyang suku Jawa yang ada pada masa silam. Pada masa itu, wayang diperkirakan hanya terbuat dari rerumputan yang diikat sehingga bentuknya masih sangat sederhana sekali. Wayang dimainkan dalam ritual pemujaan roh nenek moyang dan juga digunakan dalam upacara-upacara adat Jawa.

Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli sudah ada bahkan sebelum kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dan mulai berkembang pada zaman Hindu-Jawa. Pertunjukan kesenian wayang merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa, yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dinamisme pada masa itu.

Menurut isi yang ada dari Kitab Centini, mengenai asal-usul wayang purwa disebutkan bahwa kesenian wayang mula-mula sekali diciptakan oleh seorang Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang/Kediri. Pada masa sekitar abad ke-10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar.

Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Cerita Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Bhatara Guru atau Sang Hyang Jagadnata, yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.

Pada zaman masa kerajaan Majapahit usaha melukiskan gambaran wayang di atas kertas disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian kecil yang digulung menjadi satu. Wayang berbentuk gulungan tersebut, bilamana akan hendak dimainkan maka gulungan harus dibeber. Oleh karena itu, wayang jenis ini biasa disebut wayang beber. Semenjak terciptanya wayang beber tersebut terlihat pula bahwa lingkup kesenian wayang tidak semata-mata merupakan kesenian keraton, tetapi malah meluas ke lingkungan di luar istana walau pun sifatnya masih sangat terbatas.

Sejak saat itu masyarakat di luar lingkungan keraton sempat pula untuk ikut serta menikmati keindahannya. Dan pada saat pagelaran dilakukan di dalam istana, diiringi dengan gamelan laras slendro. Tetapi bilamana pagelaran dilakukan di luar istana, maka iringannya hanya berupa rebab dan lakonnya pun terbatas pada lakon Murwakala, yaitu lakon khusus untuk upacara ruwatan.

Pada zaman pemerintahan Sultan Syah Alam Akbar III atau Sultan Trenggana, perwujudan wayang kulit semakin semarak. Bentuk-bentuk baku dari wayang mulai diciptakan. Misalnya bentuk mata, diperkenalkan dua macam bentuk liyepan atau gambaran mata yang mirip gabah padi atau mirip orang yang sedang mengantuk. Dan mata telengan yaitu mata wayang yang berbentuk bundar. Penampilan wayang lebih semarak lagi karena diwarnai dengan cat yang bewarna keemasan.

Untuk melengkapi jenis-jenis dari wayang yang sudah ada, Sunan Kudus menciptakan wayang golek yang terbuat dari kayu. Lakon pakemnya sendiri diambil dari wayang purwa dan diiringi dengan gamelan slendro, tetapi hanya terdiri dari gong, kenong, ketuk, kendang, kecer, dan rebab.

Sunan Kalijaga tidak ketinggalan juga, untuk menyemarakkan perkembangan seni pedalangan pada masa itu dengan menciptakan topeng yang dibuat dari kayu. Pokok ceritanya diambil dari pakem wayang gedog yang akhirnya disebut dengan topeng panji. Bentuk mata dari topeng tersebut dibuat mirip dengan wayang purwa. Pada masa Kerajaan Mataram diperintah oleh Panembahan Senapati atau Sutawijaya, diadakan perbaikan bentuk wayang purwa dan wayang gedog. Wayang ditatah halus dan wayang gedog dilengkapi dengan keris.

Pada tahun 1731 Sultan Amangkurat I menciptakan wayang dalam bentuk lain, yaitu wayang wong. Wayang wong adalah wayang yang terdiri dari manusia dengan mempergunakan perangkat atau pakaian yang dibuat mirip dengan pakaian yang ada pada wayang kulit. Dalam pagelaran dipergunakan pakem yang berpangkal dari Serat Ramayana dan Serat Mahabharata. Perbedaan wayang wong dengan wayang topeng adalah: pada waktu main, pelaku dari wayang wong aktif berdialog; sedangkan pada wayang topeng dialog para pelakunya dilakukan oleh dalang.

Wayang kini kian semakin dikenal luas. Beberapa jenis wayang juga sudah dikembangkan untuk memperkaya khasanah dunia perwayangan. Beberapa contoh wayang tersebut misalnya wayang golek, wayang orang, Wayang Kulit, Wayang Kayu, Wayang Orang, Wayang Klitik dan Wayang Madya.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.