MUKJIZAT AL-QUR'AN
| Mu’Jizat Al-Qur’an |
A. Mu’Jizat Al-Qur’an Dari Aspek Kebahasaan.
Al-Qur’an turun dimasyarakat arab yang pada saat itu mereka memiliki keistimewaan dalm segi bahasnya, terutama suku Quraysi. Suku ini memiliki bahasa yang sangat halus dan indah, mudah dan menjadi bahasa yang dominan dikalangan suku yang lainnya. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa para nabi memiliki mukjizat yang sesuai dengan kelebihan masyarakatnya pada saat itu, contoh nabi dawud yang memiliki mukjizat dapat menaklukan baja dan besi, mukjizat ini karena pada saat itu awal dimulainya kemajuan teknik pembuatan karya-karya dari baja dan besi dimasyarakatnya. Demikian pula Nabi Muhammad, karena pada saat itu masyarakat Arab khususnya orang Quraysi memiliki keunggulan dalam segi bahasa, maka Al-Qur’an tampil menjadi mukjizat untuk mengalahkan kelebihan mereka tersebut.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS:Yusuf 2)
Sebenarnya. Orang Arab yang hidup pada masa itu adalah yang paling paham akan Al-Qur’an. Mereka sangat terpengaruh dengan ayat-ayat tuhan tersebut, sampai mereka terheran-heran dan terpengaruh dengan keindahan ayat-ayat tersebut serta menyebut Al-Qur’an dengan setetmen mereka, salah satunya adalah mereka menyebutnya sebagai Si’ir (Syi’ron) dan yang lain pula menyebutnya sebagai sihir (Sihrun). mereka menyebutnya seperti itu bukan dengan tanpa alasan, mereka benar-benar paham dan mengerti akan apa yang terkandung dalam ayat suci Al-Qur’an. Paham akan isi dan kandungannya ternyata tidak membuat sebagian besar dari mereka menerimanya. Hal itu terjadi dikarnakan Al-Qur’an sesuatu yang baru dan tidak sejalan dengan adat istiadat serta budaya yang ada pada masa itu, mereka lebih memilih mempertahankan budaya leluhur mereka.
Selain dari alasan budaya, penolakan mereka terhadap Al-Qur’an juga didasari oleh pemahaman mereka yang mengatakan Al-Qur’an bukan kalamullah, serta mereka merasa bahwa mereka juga mahir dan ulung dalam bahasa mereka, dalam kata lain mereka sanggup membuat ayat-ayat seperti Al-Qur’an, pengakuan mereka rupanya dijawab oleh Al-Qur’an dengan ayat berikut
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَن يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Katakanlah (sampaikanlah): "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain" (QS Al-Isra’ [17] 88).
Dari tantangan yang dilancarkan Al-Qur’an kepada masyarakat arab waktu itu, tidak ada yang mau menandingi. Selain itu, ayat ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa, walau orang Arab pada saat itu mahir dalam bahasanya akan tetapi mereka tidak sanggung untuk membuat tandingan Al-Qur’an.1 Dari sinilah kita bisa mengetahui bahwa Al-Qur’an disusun dengan menggunakan bahasa sastra yang mengungguli susunan yang biasa dipergunakan oleh para penyair dan orator yang termasyhur dari kalangan mereka.
Dalam tulisan ini setidaknya akan dibahas mengenai tiga hal yang mencangkup mukjizat Al-Qur’an, yang pertama adalah kemukjizatan Al-Qur’an dari aspek kebahasaan, kemudian isyarat ilmiyah dan juga pemberitaan gaib. Dari ketiga-tiganya sebenarnya yang muncul pertama dan dapat dipahami terutama oleh masyarakat Arab dimasa turunnya Al-Qur’an adalah keistimewaannya dari sudut pandang bahasanya saja. Hal demikian dikarnakan isyarat ilmiyah dan pemberitaan gaib berada pada luar kemampuan mereka.
Berbeda dengan masyarakat dimana turunya Al-Qur’an. Kalau masyarakat masa sekarang tidak sanggup mencerna keindahan dan keunggulan Al-Qur’an dari segi bahasa tidak lantas keuggulan Al-Qur’an menjadi berkurang. Hanya saja karena kita tidak sanggup mencernanya, karena hal itulah butuh ditampilkan aspek keistimewaan yang lain, misanya isyarat ilmiyah atau bahkan pemberitaan gaibnya. Adapun keistimewaan Al-Qur’an dari aspek kebahasaanya sebagai berikut
1. Susunan kata dan kalimatnya
a) Singkat dan padat
Al-Qur’an memiliki keistimewaan dalam masing-masing kalimatnya, susunan dari kalimatnya adalah kalimat yang singkat namun penuh serat akan makna. Pakar-pakar bahasa menetapkan bahwa seseorang bisa dinilai berbahasa dengan baik apabila pesan yang hendak disampaikannya tertampung dalam kata atau kalimat yang dia rangkai.
خَيرُ الكَلاَمِ ماَ قَلَّ وَدَلَّ
“Sebaik-baiknya pembicaraan adalah yang singkat tetapi mencangkup”.
Tentu sulit sekali membuat kalimat yang sedemikian rupa, ridak bertele-tele tetapi tidak pula terlalu singkat, sehingga membuat sang pendengar bingung karena pesan yang tersampaikan masih kabur. Selanjutnya syarat agar pesan disampaikan dengan mudah perlu menggunakan kalimat atau bahasa yang tidak asing bagi pendengar. Nah. Al-Qur’an mengandung aspek-aspek tersebut.
b) Memuaskan Akal dan Jiwa.
Manusia diberi dua potensi yang saling berkaitan dalam menerima informasi. Sulit sekali membuat sebuah informasi yang berbentuk kalimat yang dapat menyentuh pada dua aspek sekaligus, yaitu akal dan jiwa seseorang. Seringkali kita membuat perkataan yang hanya masuk pada salah satunya saja, kadang perkataan kita menyentuh logikanya saja atau hanya menyentuh perasaan saja. Hal itu dikarnakan kita adalah manusai yang dalam mengetahui sesuatu membutuhkan rasio, sedangkan rasio kita tentunya terbatas. Kita berbicara sesuai dengan kemapuan pengetahuan kita, sedangkan pengetahuan kita berasal pada rasio kita yang terbatas. Dalam merangkai bahas, sulit sekali menggabungkan kedanya. Akan tetapi Al-Qur’an memiliki keunikan tersendiri, yaitu dapat menggabungkan keduanya.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” (Al-Baqarah: 183-184).
Ayat ini menjelaskan tentang puasa yang diwajibkan atas orang yang beriman “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa” diwajibkan atas kamu berati manusia sendiri yang mewajibkan atas dirinya untuk berpuas. kenapa demikian? Karena ketika manusia mengerti akan faidah berpuasa maka mereka akan mewajibkan diri mereka sendiri. Disamping itu kewajiban berpuasa bukan hanya pada ummat nabi Muhammad, akan tetapi pada ummat yang sebelumnya juga telah diwajibkan “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. kewakiban berpuasa bukan sepanjang tahun akan tetapi hanya pada hari yang ditentukan “dalam beberapa hari yang tertentu” kalau tidak ada udzur syar’i, sedanngkan ketika dalam posisi udzur maka diperbolehkan ditinggalkan asal diganti dikemudian hari ketika sudah tidak udzur “Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. Ayat ini menunjukkan adanya penekanan hukum, penambah semangat, serta melegakan hati lawan bicara (yaitu manusia). Karena suatu perkara yang sulit itu jika sudah menjadi hal yang umum dilakukan orang banyak, akan menjadi hal yang biasa saja. Demikian Allah melalui Al-Qur’an memerintahkan sesuatu, disatu sisi benar secara logikan dan menyentuh perasaan. Dan masih banyak ayat-ayat yang lainnya.
2. keseimbangan redaksi Al-Qur’an.
Kali ini kita akan membahas tentang keseimbangat redaksi dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah penemuan kontemprer, yaitu penemuan Rasyad Khalifah, dalam penemuannya Rasyad Khalifah mengungkapkan bahwa ada rahasia dari masing-masing pengulangan ayat Al-Qur’an, misalnya yang paling mudah adalah kata
1) يَوْمٌ (Yaumun/ Hari) dalam bentuk tunggal (Mufrod ) sejumlah 365 kali, sesuai dengan jumlah hari dalam satu tahun.
2) Tidak cukup itu, kata اَيَّامٌ (Ayyamun) dan يَوْمَيْنِ (Yaumayni) berjumlah tiga puluh, sama dengan jumlah hari dari satu bulan.
3) Sedangkan lafad شَهْرٌ (Syahrun/Bulan) dan اَشْهُرٌ (Asyharun) sebanyak dua belas kali, sama seperti julah bulan dalam satu tahun.
tentu tidak mungkin jika Al-Qur’an dikatakan ciptaan manusia, jika memang benar, tidak mungkin serinci dan sedetail ini. Dan masih banyak lagi keistimewaan Al-Qur’an dan keunikannya yang sangat banyak.
B. Mukjizat Al-Qur’An Dari Aspek Isyarat Ilmiyah
Keistimewaan Al-Qur’an bukan hanya berhenti pada sudut pandang bahasa saja, akan tetapi pada unsur ilmiyah juga Al-Qur’an memiliki keunikan dan keistimewaan. Akan tetapi hal demikian tidak dapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kitab ilmiyah, akan tetapi Al-Qur’an adalah kitab petunjuk didunia dan akhirat, maka unsur ilmiyah juga pasti terdapat didalamnya. Dikarnakan Al-Qur’an bukan buku pengetahuan yang secara rinci dan detail menjelaskan proses keilmiahan sesuatu. bukan berarti kemukjizatan Al-Qur’an dalam segi isyarat ilmiah ini tidak ada. Perlu dikethaui sesungguhnya hakikat keilmiahan yang dikandung ayat-ayat Al-Qur’an terdapat didalam redaksi yang lagi-lagi ringkas serta sarat akan makna, sekaligus tidak terlepas dari keunikannya yakni memuaskan orang kebanyakan dan para pemikir
الَّذِي جَعَلَ لَكُم مِّنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنتُم مِّنْهُ تُوقِدُونَ
yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu". (QS:Yasin 80)
Dari ayat diatas kita cobak melihat pada ayat “api dari pohon yang hijau”. apakah mungkin membuat api dari kayu yang masih hijau, tentu bukan demikian penafsirat ayat tersebut. Penafsiran ayat tersebut adalah berkaitan tentang sumber kehidupan bagi alam semesta. Al-Kindi sang filosof ulung mengatakan bahwa munculnya sesuatu dari sumber yang berlawanan itu bisa terjadi, contohnya api dari daun hujau yang tentunya mengandung air. Maksud dari Ayat ini menjadi jelas jika dilanjutkan “maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu” dari sini dapat disimpulkan bahwa yang dimasud adalah bahan bakar.
Yaitu Tuhan yang menciptakan api dari pohon hijau setelah mengalami beberapa proses. Proses tersebut bermula pada Kekuatan surya yang berpindah ke dalam tumbuh-tumbuhan melalui proses asimilasi sinar. Sel tumbuh-tumbuhan yang mengandung zat hijau daun (klorofil) mengisap karbondioksida dari udara. Sebagai akibat terjadinya interaksi antara gas karbondioksida dan air yang diserap oleh tumbuh-tumbuhan dari dalam tanah, akan dihasilkan zat karbohidrat berkat bantuan sinar matahari. Dari situ kemudian terbentuk kayu yang pada dasarnya terdiri atas komponen kimiawi yang mengandung karbon, hidrogen dan oksigen. Dari kayu itu, manusia kemudian membuat arang sebagai bahan bakar. Daya yang tersimpan di dalam arang itu akan keluar ketika ia terbakar. Daya itu sendiri dapat dimanfaatkan untuk keperluan memasak, penghangatan, penerangan dan lain-lain. Batu bara yang kita kenal itu pun pada mulanya adalah pohon yang tumbuh dan membesar melalui proses asimilasi sinar tadi, kemudian mengalami penghangatan dengan cara tertentu sehingga berubah menjadi batu bara setelah berjuta tahun lamanya akibat pengaruh faktor geologi seperti panas, tekanan udara dan sebagainya. Perlu diketahui pula kiranya bahwa kata “akhdlar” (‘hijau’) dalam ayat ini bukan disebut secara kebetulan tanpa maksud. Frase “mina al-syajar al-akhdlar” yang berarti ‘dari pohon yang hijau’ itu justru menunjuk kepada zat hijau daun yang sangat diperlukan dalam proses asimilasi gas karbondioksida. Ada juga yang berpendapat, selain kayu, tumbuhan-tumbuha yang lain juga demikian, tidak luput makanan manusia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, dari tumbu-tumbuhan itu manusia mendapatkan energi yang didalamnya terdapat unsur cahaya matahari yang berupa api.
Al-Qur’an telah menggariskan beberapa ilmu pengetahuan yang akhir-akhir ini banyak ditemukan ilmuan yang pada akhirnya mempunyai kesesuaian dengan Al-Qur’an. Belakangan ini telah muncul istilah mukjizat keilmuan dalam Al-Qur’an, bahkan sudah banyak lembaga-lembaga ilmiah yang telah dibentuk untuk membuktikan keilmiahan yang ada dalam Al-Qur’an. Bahkan sebagian dari mereka malah berusaha membuktikan sains modern dengan ayat-ayat yang belum dapat dibuktikan oleh teori-teori dan penemuan-penemuan ilmiah kebenaran atas Al-Qur’an akan terus bermunculan bersamaan serta sejalan dengan penemuan-penemuan baru.
Daftar Pustaka
Departemen Agama RI. “Mushaf al-Qur’an Terjemah”. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007.
Shihab, M. Quraish. “Mukjizat Al-Qur’an”. Bandung:Mizan Media Ummat, 2001
Al-Ghazali, Syaikh Muhammad , “Al-Qur’an Kitab Zaman Kita”, Bandung:Mizan Publika 2008
Charisma, Moch. Chadziq , “Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an”, Surabaya: Bina Ilmu, 1991.
Maktaba Syamilah Ruuhul Ma’ani Fii Tafsiir Al Qu’ran Al Azhim.
As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman Bin Abu Bakar “Al-Itqon Fi Ulumil Qur’an” Bayrut:Darul Kutub Al-Ilmiyah 2012
Tidak ada komentar: